Home » » TAKHALLI

TAKHALLI

Written By Unknown on Wednesday, April 3, 2013 | 7:35 AM


I.         PENDAHULUAN
Takhalli dalam kata lain bisa disebut dengan pengosongan. Untuk menyucikan hati (qalb) harus melakukan pengosongan terlebih  dahulu. Pengosongan ini dicapai berkat rahmat Allah dan juga melalui ketulusan usaha sang hamba. Seseorang haruslah mengosongkan bathinnya sebelum hatinya di penuhi dengan Cahaya pengetahuan yang terkandung  dalam Al-Qur’an. Segala hamba itu miskin dan sangat membutuhkan Allah. Dia mengosongkan segala sesuatu dari dirinya demi cinta kepada Allah.[1]
II.      RUMUSAN MASALAH
A.    Pengertian takhalli
B.     Takhalli terbagi dua :
-          Takhalliyah Dharariyah
-          Takhalliyah Bathiniyah
C.     Sifat-sifat yang mengotori takhalli (jiwa/hati)
D.    Cara membersihkan takhalli (jiwa/hati)
III.   PEMBAHASAN
A.  Pengertian takhalli

Takhalli berarti mebersihkan diri dari sifat-sifat tercela, dari maksiat lahir dan maksiat bathin.
Firman Allah dalam Al-Qur’an (S. As-Sams 9-10) :


“Sesungguhnya berbahagialah orang yang mensucikan jiwanya, dan Sungguh merugilah orang yang mengotori jiwanya”.
Takhalli juga berarti mengosongkan diri dari sikap ketergantungan terhadap kelezatan hidup duniawi. Hal ini akan dapat dicapai dengan jalan menjauhkan diri dari kemaksiatan dalam segala bentuknya dan berusaha melenyapkan dorongan hawa nafsu jahat.
Menurut orang-orang sufi, kemaksiatan pada dasarnya dapat dibagi dua : maksiat lahir dan maksiat bathin. Maksiat lahir ialah segala sifat tercela yang dikerjakan oleh anggota lahir. Maksiat bathin ialah segala sifat tercela yang diperbuat oleh anggota bathin yaitu hati. Imam Al-Ghazali menyebut sifat-sifat tercela ini dengan sebutan sifat-sifat muhlikat, yaitu segala tingkah laku manusia yang dapat membawanya kepada kebinasaan. Ia juga menyebutnya sebagai suatu kehinaan (razilah). Karena itu, al-Ghazali menamakan marah dengan razilah al-gadab (kehinaan marah), dengki dengan razilah al-hasad (kehinaan dengki) dsb. Pembicaraan tentang sikap atau kelakuan yang tercela ini dalam tasawuf atau akhlak lebih didahulukan daripada pembicaraan tentang sikap atau kelakuan yang terpuji karena ia termasuk usaha takhliyah(mengosongkan diri dari sifat-sifat tercela) sambil mengisinya dengan (tahliyah) sifat-sifat terpuji.
Membersihkan diri dari sifat-sifat tercela, oleh orang-orang sufi dipandang penting karena sifat-sifat itu merupakan najis maknawi (najasah ma’nawiyah). Adanya najis-najis ini pada diri seseorang menyebabkan ia tidak mungkin dekat kepada Tuhan, sebagaimana kalau mempunyai najis zati (najasah suriyah), ia tidak mungkin dapat mendekati atau melakukan ibadah yang diperintahkan Tuhan.
Dalam hal menanamkan rasa benci kepada kehidupan duniawi serta mematikan hawa nafsu, kaum sufi berbeda pendapat. Kelompok sufi yang moderat berpendapat, rasa kebencian terhadap kehidupan duniawi cukuplah sekedar jangan sampai lupa kepada tujuan hidup, tidak perlu meninggalkannya sama sekali. Demikian pula dengan penguburan hawa nafsu, cukup dengan sekedar dikuasai melalui pengaturan disiplin kehidupan. Golongan ini tetap memanfaatkan dunia sekedar kebutuhannya dengan mengatur dan mengontrol dorongan hawa nafsu yang dapat mengganggu stabilitas akal dan perasaan. Dengsan pola hidup serasi dan seimbang, sufi kelompok ini merasa menemukan kebebasan menempatkan Allah sebagai inti dari segala citanya. Kesibukannya terarah kepada pengabdian dan selalu berpegang pada garis kebijaksanaan yang relevan dengan tujuan hidupnya.
Kelompok sufi yang ekstrim berkeyakinan, kehidupan duniawi benar-benar sebagai “racun pembunuh” kelangsungan cita-cita sufi. Dunia adalah penghalang perjalanan. Karena itu, nafsu duniawi harus ‘dimatikan” dari diri manusia agar ia bebas berjalan menuju tujuan mencapai kenikmatan spiritual yang hakiki. Bagi mereka, memperoleh keridhaan Tuhan tidak sama dengan kenikmatan-kenikmatan material. Pengingkaran pada ego dengan meresapkan diri pada kemauan Tuhan adalah perbuatan utama. Dengan demikian, nilai moral betul-betul agamais karena setiap tindakan disejajarkan dengan ibadat yang lahir dari motivasi eskatologis.
Jika diri atau hati telah dihingggapi penyakit atau sifat-sifat yang buruk, ia harus diobati. Obatnya adalah menunujukan sebab-sebab penyakit itu, menginsafkan akan akibat-akibat yang berbahaya, melatih membersihkannya serta mengembalikannya kepada keadaan fitrahnya, sambil mengisinya dengan sifat-sifat baik, yang dapat menumbuhkan amal yang baik pula. Usaha-usaha kearah ini dengan segala upaya yang sungguh –sungguh akan melahirkan perbuatan baik yang oleh al-Ghazali dinamakan munjiyat, yakni tingkah laku yang dapat menyelamatkan dan membahagiakan.
Maksiat bathin yang terdapat pada manusia tentulah lebih berbahaya lagi karena ia tidak kelihatan seperti maksiat lahir dan kadang-kadang kurang disadari. Maksiat ini lebih sukar untuk dihilangkan. Perlu diketahui, bahwa maksiat bathin itu pula yang menjadi penggerak maksiat lahir. Selama maksiat bathin itu belum bisa dihilangkan, maka selama itu pula maksiat lahir tidak bisa dibersihkan.
Selanjutnya, maksiat bathin itu secara tidak langsung menciptakan manusia yang tidak bermoral, jahat dan inkar kepada Tuhannya. Pendek kata, kedua macam maksiat itu selalu mengganggu keselamatan dan kentraman masyarakat. Kedua macam maksiat itulah yang mengotori jiwa manusia setiap waktu, terutama maksiat bathin yang merupakan penyakit hati. Semua kotoran dan penyakit hati itu merupakan dinding-dinding tebal yang membatasi diri manusia dengan Tuhannya. Karena itu, kedua maksiat tersebut harus dibersihkan lebih dahulu, yaitu melepaskan diri dari sifat-sifat tercela agar dapat mengisinya dengan sifat-sifat yang terpuji untuk memperoleh kebahagiaan yang hakiki.[2]

B.   -  Takhalli Dharariyahadalah menjauhkan diri dari segala kejahtan tujuh anggota yaitu maksiat Dhahir seperti : faraj/farji, kaki, lidah, mata, perut, tangan, dan telinga, yang konon justru itulah Allah SWT menyediakan tujuh neraka untuk tempat penyiksaan bagi mereka yang melakukan kejahatan dengan menggunakan salah satu dari pada tujuh anggota itu.
Dari situlah faraj harus dijaga dan dikendalikan dari pada perbuatan zina. Kaki harus dijaga dengan baik , dipergunakan untuk mengerjakan ibadat dan maslahah, jangan dipergunakan untuk maksiat dan mafsadah. Lidah harus dipergunakan untuk mengucapkan zikir, dll, jangan menghasut, mendusta, membicarakan orang dan memfitnah. Mata harus dipergunakan yang baik dan yang indah, jangan melihat yang buruk atau yang haram. Perut harus diisi dengan makanan dan minuman yang halal, jangan diisi dengan yang syubhat apalagi dengan yang haram.  Tangan harus dijaga dari memukul, membunuh, mencuri, dan memegang yang haram. Telinga harus dipergunakan dengan baik seperti mendengar bacaan Al-Qur’an dan Hadits, dan jangan mendengarkan fitnah atau kabar-kabar yang belum jelas.
Jadi, anggota badan sebagai amanat dan nikmat dari Allah SWT gunakanlah untuk berbuat baik, baik terhadap sang Khalik ataupun kepada makhluk.
-   Takhalli Bathiniyah adalah didahului oleh taubat dengan segala syaratnya, yaitu :
1.      An nadmu ‘alaa maa salaf: menyesali apa yang telah lampau.
2.      Iqlaa’uu ‘anhu fil haal: menjauhkan diri dari padanya (maksiat bathin), saat ini juga.
3.      Al ‘azmu an laa yu’aawidahu fil uustaqbal : ber’azam TIDAK AKAN MENGULANGI LAGI DI MASA YANG AKAN DATANG.
Pada jiwa manusia terdapat najasah ma’nawiyah yang berarti juga maksiat bathin yang bilamana tidak dikikis habis, tidak dapat memungkinkan manusia mendekatkan diri kepada Allah SWT. Sebagaimana juga kalau pada jasad manusia terdapat najasah zaatiyah yang bilamana tidak dibasmi bersih, tidak dapat memungkinkan manusia melakukan ibadah yang diperintahkan Allah SWT.
Najasah ma’nawiyah[3], yang harus dikikis habis dari jiwa manusia agar memperoleh munjiyat[4], dan jauh dari muhlikat[5]antara lain ialah :
Khianat, bukhul, gadab, ghibah, ghina, hasad, haqad, hubbuddunyaa, israaf, kibir, kizib, kufraan, makar, namiemah, riyaa’, sikhriyah, syarkul kalaam, syarhuuth tha’am, tafakhur, dan ujub.
1.      Khianat : tidak jujur/tak dapat dipercaya
2.      Bukhul : pelit karena terlalu cinta kepada harta
3.      Gadhab : marah karena ingin membalas dendam dan berasal dari syaithan
4.      Ghibah : membicarakan orang dengan menjelek-jelekan
5.      Ghina : merasa tak perlu kepada yang lain karena  cukupnya
6.      Hasad : dengki atau membenci nikmat Tuhan yang dimiliki orang lain
7.      Haqad : dengki yang telah membuahkan permusuhan kebencian dan pemutusan tali silaturahmi.
8.      Hubbuddunyaa : mencintai dunia
9.      Israaf : berlebih-lebihan dari apa yang perlu
10.  Kibir : takabbur merasa besar dihadapan orang lain
11.  Kizib : dusta/bohong
12.  Kufraan : mengingkari pemberian Tuhan
13.  Makar : penipuan
14.  Namiemah : mengadu domba orang lain
15.  Riyaa : ingin mendapat pujian dari orang
16.  Sikhiriyya : bermegah-megahan dalam sikap, tindakan, perkataan, atau perbuatan
17.  Syarhul kalaam : tong kosong nyaring bunyinya
18.  Syarhuth tha’aam : banyak makan yang mengakibatkan malas tuk beramal
19.  Tafakhur : bangga dengan kemuliaan dan keturunan
20.  Ujub : takabbur yang bersarang dalam hati dan merasa sempurna ilmu dan amalnya, sedangkan orang lain dianggapnya tidak seperti ini.[6]

C.    Sifat-sifat yang mengotori takhalli (jiwa/hati)

Adapun sifat-sifat yang tercela yang mengotori jiwa manusia adalah :
HASAD/iri hati, HAQAD/dengki atau benci, SUUZAN/buruk sangka, KIBIR/sombong, UJUB/merasa sempurna diri dari orang lain, RIYA/mempamerkan kelebihan, SUMA’/cari-cari nama atau kemashuran, BUKHUL/kikir, HUBBUL MAAL/cinta harta, TAFAHUR/membanggangkan diri, GHADAB/pemarah, GHIBAH/membicarakan orang, KIZIB/bohong, KHIANAT/munafik.
Adapu sifat-sifat yang tercela yang merupakan maksiat lahir ialah : segala perbuatan-perbuatan yang dikerjakan oleh anggota-anggota badan manusia yang merusak orang atau diri sendiri sehingga membawa pengorbanan benda, pikiran dan perasaan. Maksiat lahir, melahirkan kejahatan-kejahatan yang merusak seseorang dan mengacaukan masyarakat.
Maksiat bathin lebih berbahaya lagi, karena tidak kelihatan dan biasanya kurang disadari dan sukar dihilangkan. Maksiat bathin itu ialah pembangkit maksiat lahir dan selalu menimbulkan kejahatan-kejahatan baru yang diperbuat oleh anggota badan manusia.
Suatu contoh : seorang mukmin mengerti betul, bahwa tujuan utama shalat itu ialah semata-mata untuk mengingat kepada Allah. Tetapi kebanyakan oran dalam sholat menyeleweng dari pada tujuan itu. Begitu memulai Takbiratul Ihram, ingatan telah membelok kepada dunia pada masalah-masalah kegiatan hidup. Semakin banyak cabang usahanya semakin bnayak pula cabang ingatannya, oleh karena itu ingatan kepada Allah berkurang. Pengamatan seperti inilah dapat dirasakan dengan adanya kotoran-kotoran hati/jiwa. Banyak sedikitnya kotoran hati itu dapat dirasakan banyak atau sedikitnya ingatan kepada Allah dalam shalat. Biasanya kita mencoba menghilangkan ingatan keduniaan dengan memejamkan mata, tetapi dengan sekejap datang lagi, sehingga ingatan kita kepada Allah hilang lagi disebabkan hati itu telah dikotori dengan keburukan-keburukan hawa nafsu. Keadaan seperti ini dapat diumpamakan seperti “lalat” yang mengerumuni kotoran-kotoran pada suatu benda. Lalat itu jika diusir, terbang pergi. Tetapi dengan sekejap ia datang lagi kepada benda itu selama benda itu belum dibersihkan dari kotoran.

D.    Cara membersihkan jiwa/hati

Tersingkapnya tabir/hijab yang membatasi diri dengan Tuhan ialah suci bersihnya diri atau jiwa dari segala kotoran-kotoran maksiat lahir dan maksiat bathin.
Menurut ahli tarekat ada 4 dinding/hijab yang membatasi diri dengan Tuhan, tetapi ada 4 jalan pula yang dapat membuka dinding/hijab itu yang harus ditempuh atas 4 tingkat.
Tingkat pertama :
Suci dari najis dan Hadast.
-       Dalam membersihkan diri dari najis, maka seseorang wajib beristinja/bersuci dengan air atau tanah.
-       Dalam mensucikan diri dari Hadats besar (keluar mani) seseorang wajib mandi istilah syari’ah dinamakan mandi junub.
-       Dalam mensucikan diri dari Hadats kecil, seseorang wajib berwudhu. Tegasnya, seseorang yang hendak menghubungkan diri dengan Tuhan, wajib bersih badannya, wajib bersih pakaiannya, dan bersih tempatnya, bersih lahir dan bathin.
Tingkat kedua :
Mensucikan diri dari dosa lahir.
Ada 7 anggota badan yang membuat dosa lahir yang disebut “maksiat” yaitu :
-                      Mulut yang biasa dusta atau ghibah
-                      Mata yang biasa melihat yang haram
-                      Telinga yang biasa mendengar cerita kosong
-                      Hidung yang biasa menimbulkan rasa benci
-                      Tangan yang biasa merusak
-                      Kaki yang biasa berjalan tuk berbuat maksiat
-       Kemaluan yang biasa bersyahwat atau berzina (termasuk perut biasa diisi makanan haram)
Apabila ketujuh anggota badan itu berkekalan terus dalam perbuatan-perbuatan yang terlarang atau maksiat, maka hizab (dinding) yang membatasi dirinya dengan Tuhan tetap tidak terbuka. Bahwa pada asalnya, segala anggota badan manusia itu dijadikan Tuhan sebagai nikmat dan amanat bagi manusia. Kerena itu Ghazali berpendapat, bahwa menggunakan nikmat dan amanat Tuhan itu untuk berbuat dosa dan maksiat adalah kejahatan yang terbesar dan kedurhakaan terbesar terhadap Tuhan bahkan ada yang berpendapat, perbuatan seperti itu, adalah kekufuran besar.
Tingkat ketiga :
Suci dari dosa bathin
Ahli sufi menerangkan : bahwa ada 7 alat pembuat dosa bathin yang dinamakan 7 lataif.[7]
-       Latifatul Qalby yang berhubungan jantung dan jasmani, letaknya dua jari dibawah susu kiri.
Disinilah letaknya sifat-sifat kemusyrikan, kekafiran dan ketakhayulan dan sifat-sifat iblis
Untuk mensucikan itu ialah dzikir sebanyak-banyaknya. Rasulullah bersabda :
“Bahwasanya bagi tiap-tiap sesuatu itu ada alat untuk mensucikan dan alat untuk mensucikan hati itu iala zikrullah”.
Disini orang mengerjakan dzikir dengan membaca 5000 kali Allah, Allah untuk mensucikan hati itu. Pada tingkat ini hati diisi dengan Iman, Islam, Ihsan, Tauhid, dan Ma’rifat.
-       Latifatu Roh, letaknya dua jari dibawah susu kanan, berhubungan jasmani. Disinilah terletak sifat Bahimiyah (Binatang jinak), yaitu sifat-sifat menuruti hawa nafsu. Untuk mensucikan latifa roh ini, ialah berdzikir membaca Allah, Allah 1000 kali.
-       Latifatus-sirri, letaknya dua jari diatas susu kiri. Disinilah letak “Syabiyah” (Binatang buas) yaitu sifat dzalim atau aniaya, pemarah, dan pendendam. Sifat-sifat kebaikannya ialah sifat kasih sayang dan ramah tamah. Untuk mensucikan itu, dikerjakan zikir dengan membaca Allah, Allah 1000 kali.
-       Latifatul Khafi, letaknya dua jari diatas susu kanan, dikendarai oleh limah jasmani.
Disinilah letaknya sifat-sifat pendengki, khianat. Sifat-sifat kebaikannya adalah syukur dan sabar. Dalam latifah ini untuk mensucikannya ialah membaca zikir Allah, Allah 1000 kali.
-       Latifatul Akhfa, letaknya di tengah dada berhubungan empedu jasmani. Disinilah letaknya sifat Rabbaniyah, yaitu sifat-sifat ria, takabbur/sombong, ujub/membanggangkan diri, dan sama’/mempamer-pemerkan kebaikan diri. Sifat-sifat kebaikannya ialah Ikhlas, Khusu’, tadarru tafakkur. Pada latifah inilah dibaca zikir Allah, Allah sebanyak 1000 kali.
-       Latifatun-nafsun-Natiqa, letaknya diantara dua kening. Disinilah letaknya “nafsu amarah”. Nafsu yang selalu mendorong orang kepada kejahatan. Sifat-sifat inilah yang menjadi penghalang besar untuk menciptakan perbaikan masyarakat. Sifat-sifat kebaikannya ialah sifat tenteram dan pikiran tenang. Latifah ini membaca zikir Allah, Allah sebanyak 1000 kali.
-       Latifah Kullu Jasad, yaitu latifah yang mengendarai seluruh tubuh jasmani. Dalam latifah inilah terletak sifat-sifat “jahil” dan “ghaflah” (sifat-sifat kejahilan dan kelalaian). Sifat-sifat kebaikannya ialah ilmu dan Amal. Latifah ini membaca zikir Allah, Allah sebanyak 1000 kali.

Pelajaran-pelajaran tersebut diatas menunjukan bahwa didalam diri manusia itu terkandung unsur-unsur kejahatan dan kebaikan. Firman Allah SWT dalam Qur’an (S. As-Syam 7-11) :



“Demi diri-diri (manusia) dan Tuhan yang menciptakannya, lalu dimasukkannya bibit-bibit kejahatan dan bibit-bibit kebajikan. Sungguh bahagialah orang yang mensucikan dirinya dan celakala orang yang mengotorinya”.
Tingkat keempat :
Mensucikan hati Rabbaniyah.
Maka yang dimaksud latifatul Qalbi disini bukanlah hati dan jasmani, melainkan “Latifatur Rabbaniyah”, adalah roh yang suci yang paling halus dan dialah yang memerintah dan mengatur badan dan anggota badan jasmani. Dialah hakikat diri yang sebenarnya. Dialah induk dari latifah-latifah yang lain. Dialah yang dapat mendekati Tuhan apabila telah dibersihkan dari najis dan hadats, bersih dari kotoran-kotoran lahir, dan kotoran-kotoran bathin yang dihiasi dengan zikrullah. Untuk membuktikan betapa pentingnya membersihkan “latifatul Qalbi” itu Rasulullah bersabda :
“Didalam tubuh anak adam ada segumpal daging, apabila ia baik, maka baiklah seluruh jasadnya, dan apabila ia rusak, maka rusaklah seluruh jasadnya. Ketahuilah dia itu ialah “Hati”.
Menurut kaum sufi, bahwa kehidupan dan alam penuh dengan rahasia-rahasia tersembunyi. Rahasia itu tertutup oleh dinding, diantara dinding itu ialah nafsu kita sendiri, akan tetapi rahasia itu bisa terbuka dan dinding itu dapat tersingkap dan jika kita dapat melihat atau merasakan berhubungan langsung dengan yang ter-rahasia (Allah), asal kita dapat menempuh jalannya.[8]
IV.  KESIMPULAN
Takhalli berarti mebersihkan diri dari sifat-sifat tercela, dari maksiat lahir dan maksiat bathin. Takhalli juga berarti mengosongkan diri dari sikap ketergantungan terhadap kelezatan hidup duniawi. Hal ini akan dapat dicapai dengan jalan menjauhkan diri dari kemaksiatan dalam segala bentuknya dan berusaha melenyapkan dorongan hawa nafsu jahat.
Menurut orang-orang sufi, kemaksiatan pada dasarnya dapat dibagi dua : maksiat lahir dan maksiat bathin. Maksiat lahir ialah segala sifat tercela yang dikerjakan oleh anggota lahir. Maksiat bathin ialah segala sifat tercela yang diperbuat oleh anggota bathin yaitu hati.
V.      PENUTUP
 Demikianlah makalah yang dapat kami sampaikan, Di sini kami hanya berusaha menjelaskan pengetahuan sejauh yang kami. miliki. Kami menyadari akan banyaknya kekurangan-kekurangan yang terdapat dalam makalah ini. Dan kami tidak menutup kemungkinan untuk menerima saran; dan kritik yang bersifat membangun dari anda semua demi kesempurnaan makalah-makalah kami selanjutnya. Semoga makalah ini bisa memberikan manfaat bagi kita semua. Amiiiinnnn.




DAFTAR PUSTAKA

Amstrong , Amatullah, Kunci memasuki dunia tasawuf, Malaysia, Mizan, 1995

Asmaran, Pengantar studi tasawuf, Jakarta, PT Raya grafindo persada, 1994

Umary, Barmawi, Materia akhlak, Solo, CV. Ramadhani, 1989

Zahri,  Mustafa, Kunci memahami tasawuf, Surabaya, PT bina ilmu, 1979




[1]Amatullah Amstrong, “Kunci memasuki dunia tasawuf”, Malaysia, Mizan, 1995, hlm 283
[2]Drs. Asmaran. As, MA, “Pengantar studi tasawuf”, Jakarta, PT Raya grafindo persada, 1994, hlm 66-69
[3]Shifaatul mazmuumah = penyakit lidah dan penyakit hati
[4]Fadhielah = kemenangan/kejayaan
[5]Razilah = kebinasaan
[6]Drs. Barmawi Umary, “Materia akhlak”, Solo, CV. Ramadhani, 1989, hlm 35-37
[7]Pengantar Ilmu Tarekat oleh : Abubakar Aceh
[8]Dr. Mustafa Zahri, “Kunci memahami tasawuf”, Surabaya, PT bina ilmu, 1979, hlm 74-82

1 comments:

  1. Live Casino - Go Live in North Carolina
    Live Dealer Gaming, which 승인전화없는사이트 is 배팅 operated by the Eastern Band of 야구분석 Cherokee Indians, 토토 사이트 운영 is now available in the state of North Carolina. Play your live casino 폰타나 벳 game at

    ReplyDelete