I. PENDAHULUAN
Dalam ajaran agama islam, setiap muslim diwajibkan untuk berdo’a untuk memohon dan mendekatkat diri kepada Allah SWT. Ada berbagai cara untuk mendekatkan diri kepada Allah, dan salah satu yang dapat dilakukan sesuai dengan yang telah disyari’atkan adalah wasilah. Berikut ini pemakalah akan memaparkan sedikit materi yang berkaitan dengan wasilah.
II. POKOK BAHASAN
A. Pengertian Wasilah
B. Macam-macam Wasilah
III. PEMBAHASAN
Pengertian wasilah secara etimologi (bahasa) adalah sesuatu yang dapat mendekatkan diri kepada yang lain. Sementara didalam kamus dinyatakan: al-wasilah atau al-waasilahyaitu ‘suatu kedudukan disisi raja’. Kemudian dalam al-Misbah, dinyatakan ‘saya suka dan saya mendekatkan diri’. Ibnu Katsir dalam tafsirnya (jilid II, hlm. 52-53) menyatakan: “Wasilah ialah sesuatu yang menyampaikan kepada maksud”. Dalam kamus al-Munjid (hlm. 900) dinyatakan: “sesuatu yang didekatkan kepada yang lain.[1]
Wasilah secara terminologi (syar’i) adalah yang diperintahkan didalam al-Qur’an adalah segala hal yang dapat mendekatkan diri kepada Allah, mengikuti para nabi dan rasul-Nya dengan semua amal yang dikasihi dan diridhai-Nya dan amal ketaatan yang disyariatkan.[2] Allah berfirman:
$yg•ƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qà)®?$# ©!$# (#þqäótGö/$#ur Ïmø‹s9Î) s's#‹Å™uqø9$# (#r߉Îg»y_ur ’Îû ¾Ï&Î#‹Î6y™ öNà6¯=yès9 šcqßsÎ=øÿè? ÇÌÎÈ
“Hai orang-orang yag beriman bertaqwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya,dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan (al-Maidah: 35).
Selain ayat tersebut ada juga yat ang menggunakan redaksi wasilah, yaitu pada surat al-Isra’ayat 56-57:
È@è% (#qãã÷Š$# tûïÏ%©!$# OçFôJtãy— `ÏiB ¾ÏmÏRrߊ Ÿxsù šcqä3Î=ôJtƒ y#ô±x. ÎhŽ‘Ø9$# öNä3Ytã Ÿwur ¸xƒÈqøtrB ÇÎÏÈ y7Í´¯»s9'ré& tûïÏ%©!$# šcqããô‰tƒ šcqäótGö6tƒ 4’n<Î) ÞOÎgÎn/u‘ s's#‹Å™uqø9$# öNåkš‰r& Ü>tø%r& tbqã_ötƒur ¼çmtGyJômu‘ šcqèù$sƒs†ur ÿ¼çmt/#x‹tã 4 ¨bÎ) z>#x‹tã y7În/u‘ tb%x. #Y‘rä‹øtxC ÇÎÐÈ
Katakanlah: "Panggillah mereka yang kamu anggap (tuhan) selain Allah, Maka mereka tidak akan mempunyai kekuasaan untuk menghilangkan bahaya daripadamu dan tidak pula memindahkannya." Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya; Sesungguhnya azab Tuhanmu adalah suatu yang (harus) ditakuti.
Ayat ini menjelaskan kekeliruan para penyembah berhala yang mereka mereka semua tidak bisa memberikan kemafaatan atau mengelakan keburukan sedikitpun dari para penyembahnya. Yang jelas ayat ini menunjukan bahwa siapa yang dipertuhankan itu tidak wajar dipertuhankan karena mereka juga butuh kepada Allah dan lagi tidak dapat lepas dari-Nya mereka bisa melakukan sesuatu tetapi kemampuannya diperoleh dari Allah. Dan juga tuhan-tuhan yang mereka sembah tidak bisa menjamin atas pengabulan do’a. Ini berbeda dengan berdo’a kepada Allah, Allah berkali-kali menjamin atas pengabulan do’a, tetapi perlu diingat pengabulan do’a yang terjamin ini mempunyai syarat tertetu.[3]
Dalam periwayatan sebuah hadis wasilah bermakna sebagai berikut:
حدثني عمروبن علي حدثنا يحى حدثنا شفيان حدثني سليمان عن إبراهيم عن أبي معمرعن عبدالله إلى ربهم الوسيلة قل كان ناس من الإنس يعبدون ناسا من الجن فأ سلم الحن وتمسك هؤلاء بدينهمزاد الأشجعي عن شفيان عن الأعمش قل ادعوا الذين زعمنم (البحاري: تفسير القران: 4345)
“Diriwayatkan dari Abdullah dia berkata bahwa ada sebagian dari masuk islam dan mereka (jin) berpegang pada agama mereka”.
Dalam hadis yang lain wasilah mempunyai makna kedudukan yang agung disisi Allah.
حدثنا علي بن عياس قال حد ثنا ثعيب بن أبي حمزة عن محمد بن المنكدرعن جابر بن عبد الله أن ورسول الله عليه وسام قال من قال حين يسمع النداء اللهم رب هذه الدعوة التامة والصلة القاءمة ات محمدا الوسيلة والفضيلة وابعثه مقاما محمودا الذي وعدته حلت له شفاعتي يوم القيامة (البخاري: الأذان: 579)
“Dari Jabir bin Abdillah bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, barang siapa ketika adzan membaca do’a اللهم رب هذه الدعوة التامة والصلة القاءمة ات محمدا الوسيلة والفضيلة وابعثه مقاما محمودا الذي وعدته maka halal/berhak baginya syafaatku (Nabi SAW).
Yang dimaksud dengan kata الدعوة التامة pada hadis diatas adalah ajakan/seruan tauhid, ada yang mengatakan kebenaran/ seruan tauhid yang sempurna, karena kemusyrikan telah berkurang, atau sepurna disini berarti tidak ada perubahan dan penggantian di dalam seruan tersebut bahkan kekal sampai hari kebangkitan. Atau hal ini (penyifatan sempurna) dikarenakan seruan/ajakan Nabi ini yang pantas menyandangnya (sempurna) sedangkan yang lain membawa pada kerusakan. Menurut Ibnu al-Thin sifat sempurna ini karena didalam seruan tersebut ada kalimat yang sempurna yaitu kalimat La Ilaha Ila Allah sampai Muhammad Rasulullah.
Berarti sesuatu yang mendekatkan kepada sesuatu yang agung/besar. Terkadang juga penyebutan kata al-Wasilahbermaksud tempat/kedudukan yang tinggi/mulia. Dimungkinkan mengartikan kata wasilah ini dengan arti yang pertama, yakni sesuatu yang sampai kepada kedudukan tersebut dekat dengan Allah. Maka kedudukan tersebut seperti kedekatan yng dijadikan perantara.
Kata الفضيلة ini berarti kedudukan/derajat yang lebih dibandingkan seluruh makhluk. Bisa dimaksud adalah tempat/kedudukan lain yang ada di surga, atau sebagai keterangan/ penjelasan dari kata wasilah tadi. Berarti suatu tempat yang membuat pemiliknya dipuji dan mendapat kemuliaan. Ini bisa berarti diakhirat atau sejak diutusnya beliau sudah menempati tempat terpuji ini.[4]
Pada hadis yang lain Rasulullah pernah ditanya oleh Abu Hurairah mengenai siapa yang berbahagia menerima syafaat, beliau menjawab “yaitu orang yang mengucapkan tidak ada Tuhan selain Allah dengan hati yang ikhlas”.[5]
Kemudian ada hadis lain juga masih berbicara mengenai wasilah:
حدثنا بندار حدثنا ابو عاصم حدثنا سفيان عن ليث وهو ابن ابي سليم حدثني كعب حدثني ابو هريره قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم سلوا الله لي الوسيلة قالوا يا رسول الله وماالوسيلة قال اعلى درجة في الجنة لاينالها الا رجل واحد ارجو ان اكن انا هو قال هذا حديث غريب اسناده ليس بالقوي و كعب ليس هو بمعرف ولا نعلم احدا روى عنه غير ليث بن ابي سليم (الترمذي: المنقب عن رسول الله: 3545)
Diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda, mintakanlah kepada Allah wasilah untukku, sahabat bertanya, wahai Rasul apakah wasilah itu? Kemudian Nabi menjawab yang dimaksud wasilah adalah sutu derajat yang paling mulia/luhur disurga yang tidak akan mendapatkannya kecuali seorang. Dan saya mengharapkan orang itu adalah itu adalah saya.
Kata al-Wasilah pada hadis diatas adalah disebutkan dalam do’a adzan yakni ات محمدا الوسيلة. Dalam kitab al-Nihayah disebutkan bahwa kata al-Wasilah makna asalnya adalah sesuatu yang digunakan untuk sampai kepada sesuatu yang lain dan mendekatkan kepada sesuatu tersebut. Menurut pendapat lain berarti suatu tempat yang ada disurga. Al-Thibbi berkata bahwa permintaan Nabi kepada umatnya ini menunjukan rasa butuh kepada Allah, merendahkan diri beliau (tawadhu’), atau supaya umatnya dapat mengambil manfaat dan mendapat pahala, atau selain itu juga sebagai petunjuk bahwa apa yang diinginkan setiap sahabat beliau adalah do’a untuk beliau.
B. Macam-macam Wasilah
Adapun wasilah (mendektkan diri kepada Alah ) dibedakan menjadi tiga macam:[6]
1. Masyru’, yaitu wasilah kepada Allah dengan Asma’ dan Sifat-Nya dengan amal salih yang dikerjakannya atau melalui do’a orang yang shalih yanga masih hidup.
2. Bid’ah, yaitu mendekatkan diri keada Allah dengan cara yang tidak disebutkan dalam syariat, seperti tawassul dengan para Nab dan orang-orang yang shalih, dengan kedudukan mereka, kehormatan mereka dan sebagainya.
3. Syirik, bila menjadikan orang-orang yang sudah meninggal sebagai perantara dalam ibadah, termasuk do’a kepada mereka, meminta hajat dan memohon pertolongan kepada mereka.
Tawassul masyru’ (yang disyariatkan) ada tiga macam:
1. Tawassul dengan nama-nama dan sifat-sifat Allah.
Yaitu seseorang yang memulai do’a kepada Allah dengan mengagungkan, membesarkan, memuji, mensucikan terhadap dzat-Nya yang Mahatinggi, nama-nama-Nya yang indah dan sifat-sifat-Nya yang tinggi kemudian berdo’a dengan apa yang Dia inginkan dengan menjadikan pujian, pengagungan dan pensucian ini hanya untuk Allah agar Dia mengabulkan do’a dan mengabulkan apa yang dia minta kepada Rabb-nya.
2. Seorang muslim bertawassul dengan amal shalihnya.
Allah berfirman:
šúïÏ%©!$# tbqä9qà)tƒ !$oY/u‘ !$oY¯RÎ) $¨YtB#uä öÏÿøî$$sù $uZs9 $oYt/qçRèŒ $uZÏ%ur z>#x‹tã Í‘$¨Z9$# ÇÊÏÈ
Artinya: (yaitu) orang-orang yang berdoa: Ya Tuhan Kami, Sesungguhnya Kami telah beriman, Maka ampunilah segala dosa Kami dan peliharalah Kami dari siksa neraka,"
3. Tawassul kepada Allah dengan do’a orang shalih yang masih hidup.
Jika seorang Muslim menghadapi kesulitan atau tertimpa musibah besar, namun ia menyadari kekurangan-kekurangan dirinya dihadapan Allah, sedang ia ingin mendapatkan sebab yang kuat kepada Allah, lalu ia pergi kepada orang yang diyakini keshalihan dan ketakwaanya, atau memiliki keutamaan dan pengetahuan tentang al-Qur’an dan Sunnah, kemudian ia meminta kepada orang shalih itu agar berdo’a kepada Allah untuk dirinya, supaya ia dibebaskan dari kesedihan dan kesusahan, maka cara demikian ini termasuk tawassul yang dibolehkan.
IV. KESIMPULAN
Pengertian wasilah secara etimologi (bahasa) adalah sesuatu yang dapat mendekatkan diri kepada yang lain. Wasilah secara terminologi (syar’i) adalah yang diperintahkan didalam al-Qur’an adalah segala hal yang dapat mendekatkan diri kepada Allah, mengikuti para nabi dan rasul-Nya dengan semua amal yang dikasihi dan diridhai-Nya dan amal ketaatan yang disyariatkan. Dapat disimpulkan bahwa:[7]
Ø Wasilah dapat dilakukan karena sesuai dan sejalan dengan al-Qur’an dan Sunnah Nabi SAW. Bertawassul dengan seorang nabi atau wali, hakikatnya adalah menunjukan sikap tawadhu’ dan ta’dzim kita kepada nabi atau wali yan derajatnya lebih tinggi.
Ø Dalam bertawassul yang kita mohon untuk mengabulkan do’a adalah hanya Allah semata, sedangkan nama nabi atau wali yang kita sebut-sebut karena kita mencintai mereka, dan Allah mencintai hamba-Nya yang mencintai kekasih-Nya, sehingga logis apabila dengan bertwassul kita berharap agar do’a kita lebih cepat terkabul.
Seperti contoh: jika kita akan mengajukan sebuah proposal ke gubernur, maka akan lebih mudah jika melalui orang yang lebih dekat dengannya daripada kita mengahadap langsung.
V. PENUTUP
Demikianlah makalah yang dapat kami sampaikan, Di sini kami hanya berusaha menjelaskan pengetahuan sejauh yang kami. miliki. Kami menyadari akan banyaknya kekurangan-kekurangan yang terdapat dalam makalah ini. Dan kami tidak menutup kemungkinan untuk menerima saran; dan kritik yang bersifat membangun dari anda semua. Demi kesempurnaan makalah-makalah kami selanjutnya. Semoga makalah ini bisa memberikan manfaat bagi kita semua.
DAFTAR PUSTAKA
al-Qur’anul Karim.
Djaelani, Abdul Qadir, Koreksi Terhadap Ajaran Tasawuf, Jakarta: Gema Insan Press, 1996.
Shihab, M. Quraish, Tafsir Al-Misbah volume-3, Jakarta: Lentera Hati, 2002.
al-Hafidz Ahmad bin Hajar al-Astqalani, Al Imam, Fath al-Bari.
Taimiyah, Ibnu, Kemurnian Aqidah, Bandung: Rosda, 2006.
Abi Rossamoon Lie’izzati Maula, Agenda Muslim Asma Kubro, Mranggen: Al Falah, 2008.
http://abiyazid.wordpress.com/2008/02/20/hukum-wasilah-tawassul/, diunduh hari Jum’at 13-04-2012 pukul 20.00 WIB.
[1] Abdul Qadir Djaelani, Koreksi Terhadap Ajaran Tasawuf, (Jakarta: Gema Insan Press, 1996)
[2] http://abiyazid.wordpress.com/2008/02/20/hukum-wasilah-tawassul/, diunduh hari Jum’at 13-04-2012 pukul 20.00 WIB.
[3] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah volume-3, (Jakarta: Lentera Hati, 2002)
[4] Al Imam al-Hafidz Ahmad bin Hajar al-Astqalani, Fath al-Bari
[5] Ibnu Taimiyah, Kemurnian Aqidah, (Bandung: Rosda, 2006)
[6] http://abiyazid.wordpress.com/2008/02/20/hukum-wasilah-tawassul/, diunduh hari Jum’at 13-04-2012 pukul 20.00 WIB.
[7] Abi Rossamoon Lie’izzati Maula, Agenda Muslim Asma Kubro, (Mranggen: Al Falah, 2008)
0 comments:
Post a Comment