Home » » KeNabian Menurut Syi'ah

KeNabian Menurut Syi'ah

Written By Unknown on Saturday, September 28, 2013 | 11:33 AM

AJARAN SYI’AH TENTANG KENABIAN

I.            Pendahuluan
Telah tercatat semuanya dalam buku-buku Syi’ah bahwa mereka sebenarnya bukanlah pendukung dan pencinta Ahlul Bait, bahwa sejak awal perkembangan dan perwujudan mereka adalah perusak aqidah Islam. Syi’ah memang diciptakan untuk merongrong umat Islam dengan melakukan cercaan dan caci maki, hanya untuk meghina tokoh-tokoh Islam. Tidak segan-segan mereka melakukan campur tangan yang sangat dalam terhadap tokoh pembawa risalah Islam yang suci bersih itu, penghulu dan Imam umatnya serta para sahabat, murid-muridnya, calon penggantinya-Khulafa Ar.Rasyidin dan Ahlul Baitnya yang suci.
Hubungan Syi’ah dengan Ahlul Bait disebabkan propaganda mereka yang menyatakan bahwa mereka adalah tanaman bahkan sebagai pohon Ahlul Bait. Aqidah dan mazhab Syi’ah dinyatakan sebagai berasal dari Ahlul Bait yang sejati.
Syi’ah sudah amat menyeleweng dan membangkang kepada Ahlul Bait dengan dusta dan kisah-kisah dongengan yang mencatut nama-nama Ahlul Bait. Bahkan lebih dari itu, Syi’ah sudah sampai pada tingkat merongrong dan menghina Ahlul Bait. Tujuan utama mereka adalah memperkosa dan meragukan keyakinan umat Islam dengan membangkitkan rasa benci dan dengki diantara sesama umat Islam.[1]
Dalam pembahasan kali ini, lebih lanjutnya kami akan menjelaskan bagaimana konsep Syi’ah tentang Kenabian.

II.            Pokok Masalah
1.      Pengertian Nabi
2.      Kenabian menurut Syi’ah
                             
III.            Pembahasan
A.    Pengertian Nabi
Kata “nabi” memiliki dua arti. Jika “nabi” berasal dari kata naba`,maka maksud dari kata tersebut adalah pemilik kabar dan berita penting. Sedangkan, jika kata tersebut diambil dari akar kata nubuwah, maka arti nabi adalah orang yang mempunyai posisi atau kedudukan yang tinggi.
Adapun dalam istilah ilmu Kalâm, nabi adalah seorang yang telah diutus oleh Tuhan dengan membawa wahyu dengan tujuan untuk membimbing manusia dalam mencapai kesempurnaan akhir.[2]
B.     Kenabian menurut Syi’ah
1.      Kemaksuman Para Nabi
Syi'ah meyakini bahwa tujuan Allah mengutus para nabi dan rasul ialah untuk membimbing umat manusia dan menuntun mereka mencapai kesempurnaan hakiki dan kebahagiaan abadi. Seandainya para nabi itu tidak diutus maka tujuan penciptaan manusia tidak akan tercapai dan manusia akan tenggelam dalam kesesatan. (Mereka Kami utus) selaku rasul-rasul pembawa kabar gembira dan peringatan supaya manusia tidak punya alasan (atas penyimpangan-penyimpangannya) terhadap Allah sesudah diutusnya para rasul(QS. 4:165).
Syi'ah meyakini bahwa di antara para rasul itu ada "ulul-azmi"atau lima rasul pembawa syariat dan kitab suci yang baru, yaitu, Nuh, Ibrahim, Musa, Isa, dan terakhir Nabi Muhammad saw. Dan ingatlah ketika Kami mengambil perjanjian daripara nabi dan dari darimu serta Nuh, Ihrahim, Musa, dan Isa putra Maryam. Kami telah mengambil dari mereka perjanjian yang berat. (QS. 33:7)
Syi'ah meyakini bahwa Nabi Muhammad saw adalah nabi terakhir dan penutup para rasul. Tidak ada nabi atau rasul sesudahnya. Syanatnya ditujukan kepada seluruh umat manusia dan akan tetap eksis sampai akhir zaman, Dalam arti bahwa universalitas ajaran dan hukum Islam marnpu menjawab kebutuhan manusia sepanjang zaman, baik jasmani maupun rohani. Kemudian, siapa pun yang mengklaim dirinya sebagai nabi atau membawa risalah baru sesudah Nabi Muhammad saw, sesat dan tidak dapat diterima. “Muhammad bukan bapak siapa pun di antara kamu. Tapi ia adalah utwan Allah dan penutup para nabi. Sesungguhnya Allah Mahamengetahui segala sesuatu”. (QS. 33:40)[3]
Syi'ah meyakini bahwa semua nabi maksum, yakni terpelihara dan perbuatan salah, keliru, dan dosa sepanjang hidup mereka, baik sebelum masa kenabian maupun sesudahnya. Sebab jika seorang nabi melakukan kesalahan atau dosa, maka kepercayaan yang diperlukannya untuk posisi kenabian dengan sendirinya sirna dan orang tidak mempercayainya lagi sebagai penghubung mereka dengan Tuhan. Orang-orang juga tidak akan lagi menganggapnya sebagai panutan hidup mereka.[4]
Dalam keyakinan kaum Syi’ah semua para nabi terjaga dari dosa-dosa sejak lahir sampai akhir hayat mereka, baik dosa besar atau kecil, disengaja ataupun  tidak, seperti lupa dan lalai. Kepercayaan kaum Syi’ah terhadap keberadaan Nabi juga tidak berbeda halnya dengan kaum muslimin yang lain. Menurut mereka Allah mengutus nabi dan rasul untuk membimbing umat manusia. Rasul-rasul itu memberikan kabar gembira bagi mereka-mereka yang melakukan amal shaleh dan memberikan kabar siksa ataupun ancaman bagi mereka-mereka yang durhaka dan mengingkari Allah SWT. Dalam hal kenabian, Syi’ah berpendapat bahwa jumlah Nabi dan Rasul seluruhnya yaitu 124.000 orang, Nabi terakhir adalah nabi Muhammad SAW yang merupakan Nabi paling utama dari seluruh Nabi yang ada, istri-istri Nabi adalah orang yang suci dari segala keburukan, para Nabi terpelihara dari segala bentuk kesalahan baik sebelum maupun sesudah diangkat menjadi Rasul.[5]
Sekte Syi’ah dan para pengikutnya memandang tentang kenabian ialah mereka menempatkan nabi-nabi lebih utama daripada malaikat, karena  malaikat sujud kepada Adam, Adam lebih tahu daripada malaikat, ketaatan manusia kepada Allah adalah lebih utama daripada ketaatannya malaikat, oleh karena itu nabi menurut mereka lebih tinggi derajatnya dari pada malaikat.[6]
Syi'ah meyakini bahwa keagungan para nabi dan rasul terletak pada keberadaan mereka sebagai hamba-hamba yang taat kepada Allah. Oleh karena itu, dalam shalat-shalat kita, kita selalu mengulang-ulangi ikrar bahwa Nabi Muhmamad saw adalah hamba Allah dan utusan-Nya.
Syi'ah meyakini bahwa para nabi, terutama nabi terakhir, Muharnmad saw, menolak dengan keras segala bentuk rasionalisme, apakah berdasarkan darah atau warna kulit.[7] Dalam pandangan para nabi itu, semua umat manusia, dari suku, bahasa, dan ras apapun adalah sama. Al-Quran menyeru semua kelompok manusia dengan firman-Nya: “Hai sekalian manusia, sesungguhnya Kami ciptakan kamu dari laki dan perempuan dan Kami jadikan kamu hersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar kamu saling mengenal. Sesungsuhnya orang yang paling mulia di sisi Aliah adalah yang paling bertaqwa.” (QS. 49: 13)

2.      Kesatuan Da'wah Para Nabi, Syafa’at dan Mu’jizat
Syi'ah meyakini bahwa semua nabi mempunyai tujuan yang sama, yaitu membawa manusia kepada kebahagiaan yang hakiki melalui iman kepada Allah dan hari akhir, pengajaran dan pendidikan agama yang benar serta memperkokoh prinsip-prinsip akhlak. Oleh karena itu, kami menghormati semua nabi, seperti yang diajarkan al-Quran kepada kita: Kami tidak membeda-bedakan seorang pun sesama utusan-Nya" (QS. 2:285).
Namun demikian, agama-agama samawi itu berkembang secara bertahap, seiring dengan kesiapan manusia menerima ajaran-ajaran Tuhan. Semakin ke sini semakin sempurna dan semakin dalam, hingga tiba giliran agama Islam yang merupakan agama terakhir dan tersempurna.[8]
Syi'ah meyakini bahwa melalui kajian-kajian rasional, Islam dapat dijelaskan dengan baik kepada seluruh dunia; dan melalui daya tarik Islam yang luar biasa, Syi'ah percaya bahwa jika Islam dijelaskan dengan baik, maka banyak pihak yang akan cenderung ke Islam, lebih-lebih dewasa ini, dimana banyak pihak yang tertarik pada Islam. Oleh karena itu Syi'ah meyakini bahwa Islam tidak dapat didakwahkan secara paksa. “Tidak ada pemaksaan dalam beragama. Sesungguhnya telah jelas mana yang benar dan mana yang salah.”(QS. 2:256)
Syi'ah meyakini bahwa para nabi, apalagi Nabi Muhammad saw, memiliki kewenangan memberi syafaat. Mereka akan memberi syafaat kepada golongan pendosa tertentu, tentu setelah memperoleh izin dari Allah Swt. Dalam firman Allah (QS. Al-Baqarah:255) : “Siapakah yang dapat memberi syafaat di sisi-Nya tanpa seizin-Nya”.
Dengan demikian, jika di beberapa ayat al-Quran terkesan ada penafian syafaat secara mutlak seperti dalam (QS. 2:254) : “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah sebagian dan rezeki yang telah Kami berikan kepada kamu sebelum datang hari yang ketika itu tidak ada lagi jual beli, tidak ada persahabatan yang akrab, dan tidak ada syafaat; dan orang-orang kafir itulah yang orang-orang yang zaim."
Syi'ah meyakini bahwa syafaat adalah sarana yang sangat penting bagi pendidikan dan pengembalian orang-orang yang tergelincir ke jalan yang lurus, memotivasi mereka kepada kesucian dan takwa, serta menghidupkan kembali harapan di hati mereka, sebab syafaat bukan perkara tanpa aturan. Ia hanya diberikan kepada orang-orang yang memenuhi syarat untuk menerimanya, yaitu para pendosa yang dosa-dosanya tidak membuatnya putus hubungan dengan para pemberi syafaat. Dengan demikian, syafaat merupakan peringatan kepada orang-orang yang tergelincir agar tidak menutup jalan dan tetap memberikan ruang untuk kembali ke jalan yang benar agar tidak kehilangan kesempatan mendapatkan syafaat.
Status para nabi sebagai hamba-hamba Alah tidak menghalangi mereka untuk mengetahui perkara-perkara masa lalu, sekarang, dan atau yang akan datang, dengan izin Allah. Allah Mahamengetahui yang ghaib. Dia tidak akan memberitahukan rahasia keghaiban-Nya kepada siapa pun kecuali kepada rasul yang dipilihnya. (QS. 72:26-27).
Kita mengetahui bahwa di antara mukjizat Nabi Isa as ialah mengungkapkan hal-hal yang tersembunyi: “Dan aku beritahukan kepadamu apa yang kamu makan dan apa yang kamu simpan di rumahmu.” (QS. 3:49)
Demikian juga Rasulullah saw. banyak menginformasikan berita-berita ghaib melalui wahyu Allah: “Itu adalah berita-berita ghaib yang Kami wahyukan kepadamu”. (QS. 12:102)
Syi'ah meyakini bahwa para nabi mampu mengerjakan perkara-perkara luar biasa serta mukjizat-mukjizat besar dengan izin Allah Swt. Keyakinan ini sama sekali tidak syirik dan tidak pula bertentangan dengan status kehambaan para nabi itu. Nabi Isa as misalnya, sebagaimana diungkapkan dalam al-Quran, dengan tegas mengatakan bahwa atas izin Allah ia telah menghidupkan orang mati dan menyembuhkan penyakit kusta dan belang.[9]



IV.            Penutup
     
                  Nabi adalah seorang yang telah diutus oleh Tuhan dengan membawa wahyu dengan tujuan untuk membimbing manusia dalam mencapai kesempurnaan akhir. Syi'ah meyakini bahwa semua nabi maksum, yakni terpelihara dan perbuatan salah, keliru, dan dosa sepanjang hidup mereka, baik sebelum masa kenabian maupun sesudahnya.
Syi'ah meyakini bahwa semua nabi mempunyai tujuan yang sama, yaitu membawa manusia kepada kebahagiaan yang hakiki melalui iman kepada Allah dan hari akhir, pengajaran dan pendidikan agama yang benar serta memperkokoh prinsip-prinsip akhlak.
                  Syi’ah meyakini bahwa syafaat merupakan peringatan kepada orang-orang yang tergelincir agar tidak menutup jalan dan tetap memberikan ruang untuk kembali ke jalan yang benar agar tidak kehilangan kesempatan mendapatkan syafaat. Syi'ah juga meyakini bahwa para nabi mampu mengerjakan perkara-perkara luar biasa serta mukjizat-mukjizat besar dengan izin Allah Swt.
                  Demikianlah makalah yang dapat kami sampaikan, semoga bisa bermanfaat bagi kita semua. Kami mengharap kritik dan saran dari pembaca untuk menjadikan evaluasi supaya lebih baik dalam ke depannya. Apabila ada kesalahan dan kekurangan dalam penyampaian kami mohon maaf.



DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Rosihon, “Ilmu Kalam Cet.II”, Bandung : Pustaka Setia, 2003. 
Hanafi, Hasan, “Islamologi 1 (Dari Teologi Statitis ke Anarkis)”, Yogyakarta : Lkis, 2007
Ilahi Zhahier, Ihsan, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Gerakan Syi’ah, Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1985.
Sou’yb, Joesoef, Pertumbuhan dan Perkembangan Aliran-Aliran Sekta Syi’ah, Jakarta: Pustaka alHusna, 1982
Terjemahan Mustafa Mahdamy, Hakekat Syi’ah, Pustaka Mantiq, 1993




[1]Terjemahan Mustafa Mahdamy, Hakekat Syi’ah, Pustaka Mantiq, 1993. Hal. 89.
[3]Joesoef Sou’yb, Pertumbuhan dan Perkembangan Aliran-Aliran Sekta Syi’ah, Jakarta: Pustaka alHusna, 1982. Hlm. 19.
[4]http://www.al-shia.org/html/id/books/inilah-Akidah-Syiah/02.htm. Rabu, 8 Mei 2013. Pukul 12.15.
[5]Rosihon Anwar, “Ilmu Kalam Cet.II”, Bandung : Pustaka Setia, 2003. Hal. 60
[6]Hasan Hanafi, “Islamologi 1 (Dari Teologi Statitis ke Anarkis)”, Yogyakarta : Lkis, 2007. Hal. 38
[7]Ihsan Ilahi Zhahier, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Gerakan Syi’ah, Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1985. Hlm. 19.
[8]Ibid.
[9]Ibid. 

0 comments:

Post a Comment