I. Pendahuluan
Pribadi dan akhlak Harun ialah ia suka bercengkrama, alim dan sangat dimuliakan. Ia tidak pernah menyia-nyiakan kebaikan orang kepadanya dan tidak pernah menangguh-nangguhkan untuk membalasnya. Beliau menyukai syair dan para penyairnya serta gemar tokoh-tokoh sastra dan fikih, malah beliau sangat menghormati dan merendahkan diri kepada alim ulama. Namun Demikian, ia pun sangat mencintai isterinya sehingga kalau ada yang berbuat salah pada isteri dan pembantu-pembantunya maka orang tersebut akan mendapat hukuman. Diantara sifat-sifat Harun Ar-rasyid yang paling menonjol adalah beliau lebih mengutamakan akal daripada emosi, kalau marah beliau begitu garang dan menggeletar seluruh tubuh dan kalau memberi nasihat beliau menangis terseduh-seduh.
II. Rumusan Masalah
- Biografi Harun ar-Rasyid
- KeKhalifahan Harun ar-Rasyid
a. Kemajuan pada zaman Harun ar-Rasyid
b. Kemunduran pada zaman Harun ar-Rasyid
- Perkembangan Ekonomi Harun ar-Rasyid
III. Pembahasan
A. Biografi Harun Ar-Rasyid
Harun Ar-Rasyid, dilahirkan pada bulan Februari tahun 763 M di Rayy dan wafat pada tanggal 24 Maret 809 M. Ayahnya bernama Al-Mahdi bin Abu Ja’far al-Mansyur, khalifah ketiga dari Bani Abbasiyah. Ibunya bernama Khaizuran, seorang wanita sahaya dari Yaman yang dimerdekakan oleh Al-Mahdi. Harun ar-Rasyid memperoleh pendidikan di istana, baik pendidikan agama maupun ilmu pemerintahan. Ia dididik oleh keluarga Barmaki, Yahya bin Khalid salah seorang anggota keluarga Barmak yang berperan dalam pemerintahan Bani Abbasiyah, sehingga ia menjadi terpelajar, cerdas, fasih berbicara dan berkepribadian yang kuat.
Karena kecerdasannya, walaupun usianya masih muda, ia sudah terlibat dalam urusan pemerintahan ayahnya. Ia pun mendapatkan pendidikan ketentaraan. Pada masa pemerintahan ayahnya, Harun ar-Rasyid dipercayakan dua kali memimpin ekspedisi militer untuk menyerang Bizantium (779-780) dan (781-782) sampai ke pantai Bosporus. Ia didampingi oleh para pejabat tinggi dan jenderal veteran. Sebelum menjadi khalifah, ia pernah memegang jabatan gubernur selama dua kali, di as-Saifah pada tahun 163 H \779 M dan di Magribi pada tahun 780 M. Setelah sempat dua kali menjadi gubernur, pada tahun 166 H/782 M Khalifah Al-Mahdi mengukuhkannya menjadi putra Mahkota untuk menjadi khalifah sesudah saudaranya, Al-Hadi, dan setelah pengukuhannya empat tahun kemudian yakni tepatnya pada tanggal 14 September 786 M Harun ar-Rasyid memproklamirkan diri menjadi khalifah, untuk menggantikan saudaranya yang telah wafat.
Dalam menjalankan roda pemerintahan, Harun Ar-Rasyid didampingi Yahya bin Khalid dan empat putranya. ia pun mengangkat Yahya bin Khalid sebagai wazir (perdana menteri) untuk menjalankan roda pemerintahan dengan kekuasaan tidak terbatas. Dan menyerahkan urusan rakyat kepada Yahya bin khalid.
B. Kekhalifahan Harun Ar-Rasyid
Akibat dari masuknya pengaruh asing dalam dunia Islam, maka telah berubah bentuk pemerintahan dari bentuk demokrasi menjadi absolut. ini mulai terasa pada masa Bani Umayyah dan semakin menjadi nyata pada masa Bani Abbasiyah. Konsep pemikiran yang dianut oleh Bani Abbas adalah bahwa pemimpin memperoleh hak memerintah dari Allah, bukan dari manusia karena itu penguasa hanya bertanggung jawab kepada Tuhan.
Para khalifah dalam pemerintahan Bani Abbas, menduduki tahta kerajaan berdasarkan keturunan (atau sering kita sebut dengan sistem monarki). Begitu juga pada diri Harun, ia menjadi khalifah karena ayahnya seorang khalifah dan juga pengganti beliau adalah anak keturunannya. Peranan sang khalifah yang pada dasarnya sebagai Amir al-Mu’minin tetap dijalankan.
Harun Ar-Rasyid (786-809 M) adalah khalifah kelima Daulah Abbasiyah. Beliau diangkat menjadi khalifah pada September 786 M, pada usianya yang sangat muda yaitu 23 tahun. Jabatan khalifah itu dipegangnya setelah saudaranya yang menjabat Khalifah Musa Al-Hadi wafat. Dalam menjalankan roda pemerintahan, Harun Ar-Rasyid didampingi Yahya bin Khalid dan empat putranya. Dan Daulah Abbasiyah mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Harun Ar-Rasyid, seorang khalifah yang taat beragama, shalih, dermawan, hampir bisa disamakan dengan Khalifah Umar bin Abdul Azis dari Bani Umayyah. Jabatan khalifah tidak membuatnya terhalang untuk turun ke jalan-jalan pada malam hari, tujuannya untuk melihat keadaan rakyat yang sebenarnya. Ia ingin melihat apa yang terjadi dan menimpa kaum lemah dengan mata kepalanya sendiri untuk kemudian memberikan bantuan.
Pada masa itu, Baghdad menjadi mercusuar kota impian 1.001 malam yang tidak ada tandingannya di dunia pada abad pertengahan. Daulah Abbasiyah pada masa itu, mempunyai wilayah kekuasaan yang luas, membentang dari Afrika Utara sampai ke Hindukush, India. Kekuatan militer yang dimilikinya juga sangat luar biasa. banyak nasihat dan anjuran kebaikan mengalir dari Yahya dan Abunawas kepada Haru Ar-rasyid. Hal ini yang dapat membentengi Khalifah Harun Ar-Rasyid dari perbuatan-perbuatan yang menyimpang dari ajaran-ajaran Islam. Suasana negara yang aman dan damai membuat rakyat menjadi tenteram. Bahkan pada masa pemerintahan Harun Ar-Rasyid sangat sulit mencari orang yang akan diberikan zakat, infak dan sedekah, karena tingkat kemakmuran penduduknya merata. Di samping itu, banyak pedagang dan saudagar yang menanamkan investasinya pada berbagai bidang usaha di wilayah Bani Abbasiyah pada masa itu.
Setiap orang merasa aman untuk keluar pada malam hari, karena tingkat kejahatan yang minim. Kaum terpelajar dan masyarakat umum dapat melakukan perjalanan dan penjelajahan di negeri yang luas itu dengan aman. Masjid-masjid, perguruan tinggi, madrasah-madrasah, rumah sakit, dan sarana kepentingan umum lainnya banyak dibangun pada masa itu. Khalifah Harun Ar-Rasyid juga sangat giat dalam penerjemahan berbagai buku berbahasa asing ke dalam bahasa Arab, karena Bahasa Arab ketika itu merupakan bahasa resmi negara dan bahasa pengantar di sekolah-sekolah, perguruan tinggi, dan bahkan menjadi alat komunikasi umum. Karena itu, dianggap tepat bila semua pengetahuan yang termuat dalam bahasa asing itu segera diterjemahkan ke dalam bahasa Arab.
Khalifah Harun Ar-Rasyid meninggal dunia di Khurasan pada 3 atau 4 Jumadil Tsani 193 H/809 M setelah menjadi khalifah selama lebih kurang 23 tahun 6 bulan. Seperti ditulis Imam As-Suyuthi, ia meninggal saat memimpin Perang Thus, sebuah wilayah di Khurasan. Saat meninggal usianya 45 tahun, bertindak sebagai imam shalat jenazahnya adalah anaknya sendiri yang bernama Shalih.
Daulah Abbasiyah dan dunia Islam saat itu benar-benar kehilangan sosok pemimpin yang shalih dan adil, sehingga tak seorang pun yang teraniaya tanpa diketahui oleh Khalifah Harun Ar-Rasyid dan mendapatkan perlindungan hukum yang sesuai.
Kejayaannya memimpin Dinasti Abbasiyah selama 23 tahun 6 bulan menyebabkan Amer Ali memberi penghormatan terhadap Pemerintah ar-Rasyid yang cemerlang tersebut dengan kata-kata berikut: “Nilailah dia seperti yang Anda sukai dalam ukuran kritik sejarah“ Harun ar-Rasyid senantiasa akan disejajarkan dengan raja dan penguasa terbesar di dunia.
a. Kemajuan yang dicapai Pada masa pemerintahan Harun Ar-Rasyid
Berangkat dari sikap ingin mensejahterakan rakyat maka apapun ia berikan. Keadaan aman ia berikan sehingga membuat para pedagang, saudagar, kaum terpelajar dan jamaah dapat melakukan perjalanan di seluruh wilayah kerajaannya yang sangat besar. Masjid, perguruan tinggi dan sekolah-sekolah, rumah sakit, toko obat, jembatan dan terus-terusan dibangunnya, memperlihatkan hasratnya yang besar untuk kesejahteraan rakyatnya.
Untuk peningkatan kesejahteraan rakyat dan Negara Harun ar-Rasyid memajukan ekonomi, perdagangan dan pertanian dengan sistem irigasi. Kemajuan sektor-sektor ini menjadikan Bagdad, ibu kota pemerintahan Bani Abbas, sebagai pusat perdagangan terbesar dan teramai di dunia. Pada saat itu, banyak terjadi pertukaran barang serta valuta dari berbagai penjuru. Dengan demikian, negara banyak memperoleh pendapatan dari kegiatan perdagangan tersebut lewat sektor pajak sehingga negara mampu membiayai pembangunan sektor-sektor lain.
Gedung-gedung yang megah, sarana peribadatan, pendidikan, kesehatan juga sarana perdagangan mulai dibangun di kota Bagdad. Tidak lupa, ia membiayai pengembangan ilmu pengetahuan dibidang penerjemahan dan penelitian. Negara mampu memberikan gaji yang tinggi kepada ulama dan ilmuwan. Di samping pembangunan untuk masyarakat juga didirikan beberapa istana yang mencerminkan kemewahan waktu itu, salah satunya adalah istana al-Khuldi.
- Di bidang Pengembangan Ilmu Pengetahuan
Harun ar-Rasyid memperbesar departemen studi ilmiah dan penerjemahan yang didirikan kakeknya, Al-Mansur. Kemurahan hati ar-Rasyid, para menteri dan anggota istana yang berbakat terutama keluarga Barmak, yang saling berlomba membantu ilmu pengetahuan dan kesenian, membuat Baghdad menjadi pusat yang menarik orang-orang terpelajar dari seluruh dunia. Salah satu perkara penting yang menjadikan Harun ar-Rasyid begitu masyhur ialah naungannya atas ilmu dengan mendirikan “Baitul Hikmah” yang merupakan suatu institusi kebudayaan dan pikiran yang cemerlang ketika itu yang telah merintis jalan kearah kebangkitan Eropa.
- Di bidang Kesusasteraan
Yang telah menjadikan khalifah Harun ar-Rasyid termasyhur dan terkenal ialah melalui buku Seribu Satu Malam, yang telah menduduki tempat paling atas di bidang kesusasteraan dunia. Buku ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa dunia.
- Di bidang hubungan Luar Negeri
Khalifah telah menjalin hubungan diplomatik dengan beberapa negara di timur dan barat. Dialah khalifah pertama yang mene-rima para duta besar di istananya. Seperti duta besar yang diutus kaisar Cina dan penguasa Perancis, Charlemagne. Kepada penguasa Perancis ia memberikan sebuah jam yang buat masyarakat barat katika itu masih merupakan barang yang aneh.
- Di bidang Kesehatan
Khalifah mendirikan rumah sakit lembaga pendidikan dokter dan farmasi, pada masa itu sudah terdapat paling tidak sekitar 800 orang dokter.
b. Kemunduran dan Kehancuran Kekhalifahan Harun ar-Rasyid
Secara umum, ada dua hal yang menyebabkan kemunduran dan kehancuran kekhalifahan Harun ar-Rasyid, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
1. Faktor Internal
Semenjak awal pemerintahan Ar-Rasyid, problema suksesi menjadi sangat kritis. Ia telah mewasiatkan tahta kehalifaan kepada putranya yang bernama al-Amin dan kepada putranya yang lebih tua bernama al-Ma’mun seorang gubernur Khurasan dan orang yang berhak menjabat tahta khilafah sepeninggalan saudaranya.
Al-Amin adalah anak lelaki dari Subaidah dan Al-Ma’mun ialah anak dari istrinya yang bernama Marajil, seorang hamba sahaya.. Harun ar-Rasyid sangat menyayangi isterinya yang bernama Zubaidah, bahkan ternyata kedudukan isterinya ini setara dengan jabatan khalifah di sisi Harun ar-Rasyid. Atas desakan Zubaidah dan dukungan dari golongan Barmaki yang mendesak agar Al-Amin segera dilantik yang kelak mengganti kedudukan beliau, maka pada tahun 175H / 791 M. Muhammad resmi dilantik menjadi putra mahkota.
Khalifah menyadari bahwa kebijakannya dalam perkara ini adalah suatu kebijakan yang gagal dan akan membawa pada perpecahan dan pertumpahan darah. Oleh karena itu, ia pun mengambil langkah-langkah. Langkah yang paling menonjol yang ditempuhnya untuk menghindari angkara dari anak-anaknya dan menyelamatkan kaum muslim dari suatu keadaan kacau balau yang buruk, beliau melakukan ibadah haji. Di Makkah beliau menulis surat masing-masing berisi pengakuan dari dan kepada kedua anaknya, dan digantungnya di ka`bah, tetapi ternyata kebijakan yang dijalankanya bukan merintis pada perdamaian antara saudara bahkan sebaliknya telah menjadikan perselisihan dan sengketa yang amat buruk di antara Al-Amin dan Al-Ma`mun setelah ayahnya meninggal dunia. Sengketa ini telah mengorbankan beribu-ribu jiwa kaum muslim termasuk Al-Amin sendiri.
2. Faktor Eksternal
Adapun yang menjadi faktor eksternal adalah:
a. Pengangkatan Ibrahim bin Aqlab sebagai Gubernur turun temurun (800), yang kemudian menjadi Dinasti Aqlabiah, di Afrika Utara (Magribi).
b. Pemberontakan Rafi’ul al-Laish yang baru dapat dipadamkan pada masa Al-Ma’mun.
C. Perkembangan Ekonomi
Imperium Abbasiyah yang bertekad membangun kemakmuran rakyat telah dimulai sejak naiknya Harun Ar Rasyid sebagai khalifah. Beliau sangat memperhatikan ekonomi rakyat yang bertumpu pada sektor-sektor penting diantaranya; pertanian, perindustrian, jasa transportasi, kerajinan, pertambangan dan perdagangan.
Berbeda dengan Umayyah yang terkesan menindas, Abbasiyah memberikan jaminan dan pembelaan kepada kaum petani. Khalifah pun memberikan fasilitas-fasilitas untuk kemajuan pertanian, seperti membuat bendungan-bendungan dan saluran-saluran irigasi. Pertanian dimasanya berkembang dengan sangat baik sehingga dapat menunjang perekonomian rakyat. Berbagai produk pertanian yang dihasilkan adalah seperti; minyak dari Afrika, gandum dari Mesir dan kurma dari Irak.
Pertumbuhan ekonomi di masa Abbasiyah juga ditunjang oleh kemajuan perindustrian saat itu. Terdapat berbagai macam industri, seperti; kain linen di mesir, sutra dari Syiria dan Irak, kertas dari Samarkand. Dari hasil pertambangan seperti; emas dari Nubia dan Sudan, perak, tembaga, seng dan besi dari Persia dan Khurasan. Hasil-hasil industri dan pertanian ini diperdagangkan ke berbagai wilayah kekuasaan Abbasiyah dan negara lain seperti Cina dan Eropa.
Selain itu, kemajuan Ekonomi Abbasiyah juga disokong dari sumber pemasukan negara yang berupa zakat dan pajak yang diambil dari dalam dan luar negeri, pajak perlindungan dari rakyat non muslim (jizyah), uang tebusan, pajak dari barang dagangan non muslim yang masuk ke wilayah Islam.
Pada saat ini sistem perbankan sudah dipraktekkan, seperti adanya fasilitas cek, kredit usaha dan juga penukaran mata uang (currency exchange).
Baghdad yang menjadi pusat Perekonomian Abbasiyah saat itu juga menjadi pusat perdagangan dunia. Kemajuan terbesar Abbasiyah di bidang ekonomi ini terjadi di masa Khalifah Harun Ar Ryasid dan putranya, Al Ma’mun. Khalifah Al ma’mun menjadikan Baghdad sebagai kota metropolis dunia Islam sekaligus pusat ilmu pengetahuan, pusat kebudayaan, peradaban Islam, dan pusat perdagangan terbesar di dunia selama berabad-abad lamanya.
Imam Asy syuyuti menggambarkan kemakmuran yang dicapai oleh Abbasiyah di masa Harun Ar Rasyid dengan ucapannya; “sesungguhnya pada masa pemerintahan Ar Rasyid semua penuh dengan kebaikan. Seakan-akan dalam keindahannya ia serupa dengan taman pesta”.
Gambaran kemakmuran Abbasiyah saat itu dapat diperhatikan dari kehidupan para khalifahnya, seperti Al Ma’mun yang menghabiskan dana cukup besar dalam acara pernikahannya. Sehingga tercatat dalam sejarah, untuk memeriahkan pernikahan Al Ma’mun, emas ditaburkan dan diperebutkan oleh para tamu undangan.
Cara-cara/sifat-sifat yang ditunjukkkan Harun ar-Rasyid demi memajukan Ekonomi Islam pada waktu itu :
1. Selalu mentaati Agama
2. Tegas
3. Tidak pilih kasih
4. Peduli terhadap masyarakat miskin, dan lemah (dermawan)
5. Peduli terhadap pemasukan yang di dapat
6. Peduli lingkungan dengan membangun saluran irigasi
IV. Penutup
Demikianlah makalah yang dapat kami sampaikan, Semoga makalah ini bisa memberikan manfaat bagi kita semua. Amiiiinnnn
V. Kesimpulan
Harun ar-Rasyid telah mengangkat popularitas Bani Abbasiyah bahkan juga dunia Islam untuk mencapai puncaknya melalui peningkatan kesejahteraan kehidupan rakyat dan pengembangan ilmu pengetahuan dan kesusasteraan, serta hubungan diplomatik dengan negara luar.
Adapun sebab mundurnya kekhalifahan ini dapat dilihat dari dua faktor, yaitu faktor internal seperti suksesi pengangkatan putra mahkota dan faktor eksternal yakni di beberapa daerah terjadi pemberontakan serta berdirinya beberapa dinasti baru yang sebelumnya merupakan daerah yang masuk dalam wilayah pemerintahan Harun ar-Rasyid.
Harun ar-Rasyid merupakan sosok pemimpin yang sangat mempedulikan kepentingan rakyat, guna meningkatkan kesejahteraan rakyat dan negara, Harun Ar-Rasyid berupaya dengan keras memajukan perekonomian serta perdagangan. Pertanian juga berkembang dengan begitu pesat, lantaran khalifah begitu menaruh perhatian yang besar dengan membangun saluran irigasi. Langkah pemerintahan Harun Ar-Rasyid yang serius ingin menyejahterakan rakyatnya itu mendapat dukungan rakyatnya. Kemajuan dalam sektor perekonomian, perdagangan dan pertanian itu membuat Baghdad menjadi pusat perdagangan terbesar dan teramai di dunia saat itu.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Jamil. Seratus Muslim Terkemuka. Jakarta: Pustaka Firdaus, 1996
Lafidus, M. Ira. Sejarah Sosial Umat Islam. Cet. II. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada 2000
Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994
Hasjmy, A. Sejarah Kebudayaan Islam, Jakarta, Bulan Bintang, 1979.
0 comments:
Post a Comment