I. PENDAHULUAN
Aliran kebatinan merupakan salah satu kepercayaan di luar agama yang akhir-akhir ini masih mewabah luas di sekitar kita. Sejarah panjang aliran kebatinan menjadi latar belakang untuk mewujudkan derajat manusia mencapai kesempurnaan. Kesempurnaan itu diwujudkan dalam Panunggaling Kawula Gusti. Aliran kebatinan mempunyai banyak peran dalam rangka keselarasan kehidupan manusia. Baik itu keselarasan antar manusia, manusia dengan lingkungan maupun manusia dengan Tuhannya.
Aliran kebatinan hadir memberikan banyak manfaat dan juga kerugian. Setiap orang dapat memposisikan dirinya masing-masing untuk memilih aliran kebatinan yang negatif maupun yang positif dalam penggunaan ajarannya. Berbagai macam aliran kebatinan yang ada di Indonesia ini tidak lepas dari hasil budaya agama Hindu, Budha, animisme, dinamisme yang masih tetap dipertahankan sebagai sebuah kepercayaan. Oleh karena itu aliran kebatinan ini perlu kita bahas agar kita tidak sesat pemahaman tentang aliran kebatinan.
II. HASIL RESUM
A. Keberadaan Aliran Kebatinan
Aliran kebatinan atau sekarang dikenal dengan “Kepercayaan”, lengkapnya Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah suatu sistem kepercayaan atau sistem spiritual yang ada di Indonesia selain agama, aliran, faham, sekte, atau mazhab dari agama tersebut. Nama Kebatinan dikenal pada tahun 1950-an sampai akhir tahun 1960-an, muncul dalam berbagai bentuk gerakan atau perguruan kebatinan. Dan nama aliran kebatinan pada tahun 1950-an itu mencapai lebih 400 aliran, antara lain : aliran Suci Rahayu (1925), Budha Wisnu (1925), Ilmu Sejati-Prawirosoedarso (1926), Paguyuban Ngesti Tunggal/PANGESTU (1932) dan Paguyuban Sumarah (1935).
Keberadaan aliran Kebatinan/Kepercayaan dalam wujudnya sebagai organisasi yang beraneka macam serta dalam jumlah yang tiada sedikit, barangkali itu boleh dipandang sebagai fenomena baru, karena organisasi-organisasi aliran Kepercayaan itu pada umumnya baru muncul setelah proklamasi kemerdekaan. Paham kebatinan telah ada sejak Islam bersentuhan dengan budaya Jawa Hindu, justru perpaduan antara mistik Islam dan Hindu Budha itulah yang menghasilkan mistik Islam Kejawen yang menjadi cirri khas aliran kepercayaan.
Faham kebatinan ini dalam proses perkembangannya senantiasa didukung oleh golongan priyayi, yaitu golongan keluarga istana dan pejabat pemerintahan kraton. Dalam mistik priyayi ini, tidak ada bedanya antara Yang Mutlak (Tuhan) dengan manusia. Terjadinya persatuan antara manusia dengan Yang Mutlak tergantung dari kesungguhan usaha manusia. Sedangkan dalam mistik Islam, jelas bahwa Tuhan berbeda dengan manusia. Namun demikian mistik priyayi tidak canggung-canggung menggunakan istilah-istilah dalam mistik Islam yang mungkin sesuai dengan penghayatan mereka, seperti istilah al fana, al baqa, wahdatul wujud an lain sebagainya.
B. Kebatinan Sebagai Gerakan Kerohanian
Untuk memahami hakikat kebatinan, terlebih dahulu yang perlu diketahui adalah kedudukan Kebatinan yang secara konkret perwujudannya ada di tengah-tengah masyarakat dalam berbagai macam organisasi aliran Kebatinan. Menurut ketua BKKI, Mr. wongsonegoro dalam suatu kesempatan pidatonya menyatakan bahwa diantara Kebatinan dan agama tidak ada perbedaan prinsipil, kedua-duanya mempunyai unsure yang sama ialah panembah (kebaktian terhadap Tuhan Yang Maha Esa) dan budi luhur. Perbedaan hanya terdapat pada pemberian tekanan, yaitu agama tekanannya diberikan kepada panembah, sedangkan Kebatinan tekanannya kepada budi luhur dan kesempurnaan hidup.
Dari pernyataan tersebut menunjukkan bahwa kedudukan Kebatinan tak ubahnya sebagaimana agama atau aliran-aliran keagamaan, yaitu merupakan suatu gerakan yang sasarannya menitikberatkan kepada bidang pembinaan kehidupan rohani.
Sebagai gerakan kerohanian, upaya mensejajarkan diri dengan agama sesungguhnya telah di mulai sejak awal, tatkala diantara aliran-aliran Kebatinan ada yang minta diakui sebagai agama, atau setidak-tidaknya memberikan nama alirannya dengan sebutan agama atau igama, seperti : Agama Pransuh, Agama Sapta Darma (sekarang dirubah Kerohanian Sapta Darma), Agama Jawa Budha Jawa Sejati, dan lain-lain. Begitu juga ada diantaranya yang berusaha untuk mengadakan suatu tata cara upacara kematian, upacara pernikahan tersendiri yang sebenarnya hal itu sudah diatur secara jelas dalam setiap agama.
System spiritual Kebatinan ternyata menunjukkan bahwa gerakan kerohanian ini mempunyai komponen-komponen yang serupa dengan agama, yaitu:
a. Adanya system kepercayaan yang mengandung keyakinan serta bayangan-bayangan manusia tentang sifat-sifat Tuhan, serta wujud dari alam gaib (supranatural).
b. Adanya system upacara religius mencari hubungan manusia dengan Tuhan, atau makhluk-makhluk halus yang mendiami alam gaib.
c. Adanya kelompok-kelompok religious atau kesatuan sosial yang menganut system kepercayaan dan melakukan system upacara, dalam hal ini kelompok kebatinan.
d. Semua system tersebut (a,b, dan c) didasarkan atas emosi religius.
Namun demikian apabila dilihat dari sisi lain yakni tentang isi dari system kepercayaannya maupun system upacaranya, atau juga isi ajaran pada umumnya, Kebatinan tidak bisa disejajarkan dengan agama dalam arti sebenarnya, melainkan hanya sekedar menyerupai karena pada dasarnya ajaran Kebatinan merupakan perwujudan dari ajaran yang sudah ada pada agama-gama resmi: Islam, Kristen, Hindu maupun Budha. Dalam ungkapan yang sekarang lebih dianggap sesuai bahwa Kebatinan merupakan budaya warisan nenek moyang terdahulu yang dapat diartikan sebgai warisan penghayatan terhadap ajaran-ajaran agama yang telah mereka peluk sepanjang sejarah. Dan melihat kenyataan bahwa penghayatan Kebatinan Kepercayaan mayoritas sebagai orang Islam yang kadar ke-islaman-nya masih dangkal maka pembinaannya agar selayaknya diarahkan kepada penghayatan ketakwaan sesuai dengan ajaran agamanya itu, sebab meskipun mereka mengikuti aliran Kebatinan/Kepercayaan tidaklah kehilangan agama yang dipeluk.
Jadi, melihat tujuan Kebatinan dapatlah dikatakan bahwa Kebatinan merupakan gerakan kerohanian yang berupaya ikut membina budi pekerti luhur atas dasar kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, untuk mencapai kebahagiaan hidup. Hanya saja meskipun sasaran pembinaan dan unsure-unsurnya mempunyai kesamaan dengan agama, kedudukannya berada di luar agama dan tidak bisa disebut agama karena ajaran-ajarannya merupakan campuran dari berbagai agama yang ada.
C. Kebatinan sebagai Budaya Spiritual
Budaya spiritual disini yaitu budaya warisan nenek moyang bangsa Indonesia. Corak budaya jawa yang menonjol dalam hal ini terbukti di Indonesia terdapat 45 % aliran kebatinan berada di Jawa Tengah. Karena pada dasarnya kebatinan adalah inti sari dari falsafah orang Jawa yang di sebut “ngelmu kejawen” atau menurut Koentjaraningrat disebut sebagai agama lawi. Beberapa pengertian tentang kebatinan atau kepercayaan:
1. Dalam GBHN 1978 di ungkapkan bahwa kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa bukanlah agama.
2. Menurut Keppres No. 7 tahun 1978 tentang pelita III Bab 18, dinyatakan bahwa kepercayaan adalah sebagai bagian dari kebudayaan Nasional.
3. Definisi kerja dari Direktorat PPK menyatakan bahwa kepercayaan terhadap Tuhan YME adalah budaya spiritual yang berunsurkan: tuntunan luhur dalam wujud perilaku, hukum dan ilmu suci, yang di hayati oleh penganutnya dengan hati nurani dalam kesadaran dan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dengan membina keteguhan tekad dan kewaspadaan batin serta menghaluskan budi pekerti dalam tata pergaulan menuju kebersihan jiwa dan kedewasaan rohani, demi mencapai kesejahteraan dan kesempurnaan hidup di dunia ini dan di alam kekal.
D. Kebatinan Sebagai Gerakan Mistik-magis
Para ahli kebatinan mempunyai kesesuaian pendapat tentang ajaran kebatinan. Kebatinan adalah gerakan mistik magis, yaitu suatu gerakan yang bertujuan menciptakan hubungan sedekat mungkin antara manusia dengan Tuhan, bahkan bersatu dengan-Nya, serta berusaha mengembangkan kekuatan daya linuwih yaitu kemampuan-kemampuan di luar kemampuan manusia biasa dalam bentuk ilmu gaib.
Prof. Kamil Karta praja menyatakan bahwa Kebatinan (ngelmu Kebatinan) adalah suatu ilmu yang bersangkutan dengan mistik, sufi.
Prof. M. M. Djajadigoena, SH, menyatakan bahwa kebatinan adalah usaha manusia untuk mencapai kesempurnaan dirinya. Kesempurnaan tersebut yaitu tercapainya Panunggaling Kawula gusti (bersatunya makhluk dengan khalik) seperti bersatunya keris dengan rangka dan rangka dengan keris, dalam bahasa latin “Unio Mystica” serta orang Budha menyebutnya Nirwana, jumbuhing kawula Gusti, makripating makripat, tan ono, loro-loro ning atunggaling. Jalan yang dipergunakan untuk itu disebut samadhi atau meditasi. Apabila manusia tidak bisa mencapai kesempurnaan itu, maka setelah meninggal dunia akan Reinkarnasi hidup kembali dalam bentuk yang berbeda.
Hasil-hasil dari Panunggaling kawula Gusti:
1. Akan memperoleh kekuatan ghaib.
2. Mendapatkan kekuatan luar biasa diluar batas kemampuan manusia.
Menurut Rahmat Subaya, mengungkapkan bahwa kebatinan adalah suatu gerakan:
1. Untuk meningkatkan integritas manusia.
2. Meningkatkan kesempurnaan kedudukan manusia
3. Partisipasi daya luar biasa manusia untuk mengatasi kemampuan orang biasa.
Drs. Niels Mulder mendefinisikan bahwa kebatinan adalah mistik penembusan dan pengetahuan mengenai alam raya dengan tujuan mengadakan suatu hubungan langsung antara individu dengan lingkungan Yang Maha Kuasa. Contohnya: ilmu ghaib, ilmu sihir, ramalan-ramalan, mantra, jimat, dan lain-lain.Dengan adanya ilmu gaib, maka aliran kebatinan di bagi menjadi 2:
1. Aliran yang bersifat positif konstruktif dalam membina mental para anggotanya, dengan cara mengembangkan dan mengamalkan white magic. Contohnya: memberi pengobatan dengan daya gaib, ramalan cari jodoh dan lain-lain.
2. Aliran yang bersifat negatif Destruktif, yaitu yang menyimpang dari ketentuan moral, di dorong oleh nafsu dunia serta mengembangkan dan mengamalkan black magic. Contohnya: praktek guna-guna, tenung, dan lain sebagainya.
Ungkapan kesempurnaan hidup menjadi tujuan mistik kebatinan atau kepercayaan. Perkataan batin adalah salah satu nama dari Allah. Kemudian di tarik melalui pendekatan bahasa bahwa kebatinan adalah ke-Allah-an yaitu Yang Maha Gaib, yang Maha Esa.
Kemudian diungkapkan oleh Prof. Dr. H.M. Rasyidi, sebagaimana yang dikutip dari pendapat Prof. M.M. djajadigoeno, SH. Menggolongkan aliran-aliran kebatinan menjadi 4 golongan:
1. AliranOkkultis
2. Aliran Mistik
3. Aliran Metafisik
4. AliranEthis
E. Kebatinan Sebagai Gerakan Pemurnian Jiwa
Gerakan pemurnian jiwa ini tidak lepas dari latar belakang munculnya aliran kebatinan. Dr. Harun Hadiwijoyo dan Rahmat Subagya serta para ahli lain mengungkapkan bahwa latar belakang itu adalah kondisi sosial yang penuh dengan kegoncangan dalam bidang kenegaraan dan kerohanian seperti terjadinya perubahan sosial, pudarnya nilai-nilai agama resmi, hancurnya pegangan hidup tradisional.
Selain itu, dari kalangan agama Islam, para pemimpin agama dan mubaligh kurang memberikan perhatian terhadap kehidupan batin/rohani, atau tidak cukup menyimpulkan ajaran-ajaran Islam dalam prinsip sederhana sebagai pegangan pokok bagi manusia dalam menentukan sikap terhadap Tuhan Yang Maha Esa serta menghadapi berbagai kesulitan sehari-hari.
Dari semua kondisi itu, akhirnya kebatinan muncul mengetengahkan ajaran mementingkan kehidupan batin yang mengutamakan faktor rasa, hidup gotong royong, ,juju, kesucian jiwa, dan berusaha menciptakan keselarasan hidup (diri sendiri, Tuhan, lingkungan) dan keseimbangan hidup.
III. PENUTUP
Dari berbagai macam uraian di atas dapat di simpulkan bahwa ajaran kebatinan adalah ajaran yang mengutamakan kebersihan batin sebagai salah satu jalan untuk hubungan langsung kepada Allah bahkan Allah bersatu dalam dirinya atau disebut Panunggaling Kawula Gusti.
Melalui aliran kebatinan ini, diharapkan manusia akan mencapai derajat kesempurnaan serta mampu berhubungan langsung atau bahkan bersatu dengan Allah SWT.
REFERENSI
Sofwan, Ridin, Menguak Seluk Beluk Aliran Kebatinan (Kepercayaan Tuhan Yang Maha Esa), Semarang: Aneka Ilmu, 1999.
0 comments:
Post a Comment